HarianLampung.co.id – Penyebab Kenaikan Harga Gula Konsumsi: Penyesuaian HPP dan Upaya Pemerintah.
Harga gula konsumsi di pasar telah naik dalam beberapa waktu terakhir, mendekati angka Rp16.000 per kilogram.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, telah mengungkapkan beberapa penyebab di balik kenaikan ini.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan harga gula konsumsi dan upaya pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekosistem pergulaan nasional.
Penyesuaian HPP di Tingkat Produsen
Salah satu faktor yang berkontribusi pada kenaikan harga gula konsumsi adalah penyesuaian Harga Pokok Produksi (HPP) di tingkat produsen, sesuai dengan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 17/2023.
Menurut Arief Prasetyo Adi, Kepala Bapanas, penyesuaian ini memengaruhi harga gula konsumsi di tingkat konsumen.
Saat ini, HPP di tingkat produsen telah ditetapkan menjadi Rp12.500 per kilogram, meningkat dari sebelumnya Rp11.500 per kilogram.
Penyesuaian harga juga terjadi di tingkat konsumen, dengan harga naik menjadi Rp14.500 per kilogram, dan Rp15.500 per kilogram di wilayah 3TP (Terluar, Terdepan, Tertinggal, dan Perbatasan).
Penyesuaian HPP ini merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk menjaga keseimbangan ekosistem pergulaan nasional.
Hal ini berkaitan dengan penyesuaian biaya produksi dan keberpihakan terhadap konsumen serta pelaku usaha.
Upaya ini diharapkan dapat mendukung terciptanya pangan Indonesia yang kuat dan berdaulat.
Perbandingan dengan Musim Giling Sebelumnya
Kondisi saat ini berbanding terbalik dengan beberapa bulan yang lalu. Pada saat itu, pemerintah mendorong pelaku usaha dan BUMN untuk membeli gula petani minimal dengan harga Rp12.500 per kilogram, mengingat belum memasuki musim giling.
Pada musim giling sebelumnya, harga gula berada di level yang lebih rendah, yaitu Rp11.500 dan bahkan Rp10.500 per kilogram.
Badan Pangan Nasional mendorong agar petani mendapatkan harga yang sesuai dengan perkembangan ekonomi.
Perbedaan Antara HPP dan BPP
Dalam beberapa tahun terakhir, HPP gula konsumsi seringkali berada di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) yang dikeluarkan oleh petani.
Misalnya, pada tahun 2013, HPP gula di tingkat produsen sebesar Rp8.100 per kilogram, sementara BPP petani mungkin lebih tinggi.
Ini menjadi perhatian penting dalam upaya menjaga keseimbangan dalam industri gula.
Mendorong Kerja Sama dalam Industri Gula
Arief Prasetyo Adi juga mendorong konsistensi para pelaku usaha dalam industri gula untuk bersama-sama membangun industri pergulaan nasional yang sehat.
Pada awal tahun 2023, harga gula berada pada posisi rendah, dan pemerintah mendorong para pelaku usaha untuk mendukung petani dengan menyerap hasil produksi mereka dengan harga yang baik.
Namun, harga gula justru naik setelah proses penggilingan.
Arief berharap agar para pelaku usaha dapat menjalin kerja sama yang berkelanjutan dengan pemerintah dan stakeholders lainnya.
Salah satu langkah yang direncanakan pemerintah adalah memperkuat peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pembeli gula dari petani, terutama saat musim giling.
Ini bertujuan untuk memenuhi Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Peningkatan Produksi Tebu dan Stabilitas Pasokan
Selain itu, peningkatan produksi tebu juga menjadi faktor kunci dalam menjaga ketersediaan gula nasional.
Pemerintah berencana untuk memperkuat peran BUMN sebagai pembeli gula dari petani selama musim giling, dengan tujuan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga.
Ini adalah langkah penting dalam menjaga harga gula agar tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.