HarianLampung.co.id – Bandarlampung, (ANTARA) – Majelis Hakim yang dipimpin oleh Aria Veronika memutuskan untuk menunda sidang dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret seorang Kepala Laboratorium Penguji Teknik Sipil (LPTS) dari Universitas Bandar Lampung (UBL), yakni Ronny Hasudungan Purba.
Sidang tersebut seharusnya membahas tanggapan dari jaksa terkait dengan eksepsi yang diajukan oleh terdakwa melalui kuasa hukumnya, yaitu Bambang Hartono.
“Kami akan menunda sidang hingga pekan depan dan memberi waktu kepada kedua belah pihak untuk menyiapkan argumen-argumen mereka, karena kami akan menyusun putusan sela,” ujar Aria Veronika dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, pada hari Rabu.
Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yaitu Azhari, menolak eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Ronny Hasudungan Purba terkait kasus dugaan korupsi di Inspektorat Lampung Utara. Jaksa tersebut tetap konsisten dengan dakwaannya yang telah dibacakan pada sidang sebelumnya.
“Meskipun terdakwa telah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri Kotabumi, kami tetap mempertahankan dakwaan yang telah kami bacakan sebelumnya,” ungkap jaksa Azhari.
Bambang Hartono, selaku kuasa hukum terdakwa, menegaskan bahwa pihaknya tidak menemukan argumen baru yang dapat mendasari penolakan terhadap eksepsi yang telah diajukan sebelumnya.
“Setelah kami teliti, tidak ada argumen baru yang disampaikan oleh jaksa. Oleh karena itu, kami akan tetap mempertahankan eksepsi yang telah kami ajukan sebelumnya,” ucap Bambang Hartono.
“Saat ini, kami tengah menunggu keputusan sela dari majelis hakim. Kami tetap optimis bahwa eksepsi kami akan dikabulkan. Namun, jika nantinya ditolak, kami akan melakukan upaya hukum lebih lanjut,” tambahnya.
Ronny Hasudungan Purba didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait jasa konsultansi konstruksi dan inspeksi teknikal di Inspektorat Kabupaten Lampung Utara pada Tahun Anggaran 2021 dan 2022.
Dalam kasus ini, diduga terjadi kolusi antara Erwinsyah sebagai Kepala Inspektorat Kabupaten Lampung Utara dengan terdakwa, dengan modus operandi pembayaran untuk kegiatan yang sebenarnya tidak pernah dilaksanakan alias fiktif.
Erwinsyah terus melakukan pembayaran kepada terdakwa atas kegiatan fiktif tersebut, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp202,709,549.
Terdakwa dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.