Harian Lampung Co Id – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tengah menghadapi tantangan besar terkait pembayaran tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam pertemuan dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (23/1), Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M Simatupang, menguraikan tiga opsi atau skema yang sedang dipertimbangkan untuk menyelesaikan masalah ini.
Skema Pembayaran Tukin: Pilihan dan Konsekuensinya
Togar menjelaskan bahwa tiga skema tersebut memiliki kebutuhan anggaran yang bervariasi, mulai dari Rp2,8 triliun hingga Rp8,2 triliun.
Skema pertama, yang disebut sebagai “opti cukup”, hanya mencakup pembayaran tukin kepada dosen ASN di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berstatus satuan kerja (satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) yang belum menerima remunerasi.
Menurut Togar, opsi ini memerlukan anggaran sebesar Rp2,8 triliun.
Skema kedua memperluas cakupan dengan memberikan tukin kepada dosen ASN di PTN Satker dan BLU yang belum mendapatkan haknya secara penuh.
Anggaran yang dibutuhkan untuk opsi ini meningkat menjadi Rp3,6 triliun.
Sementara itu, skema ketiga adalah yang paling ambisius, yakni memastikan semua dosen ASN, yang jumlahnya mencapai 81 ribu orang, menerima tunjangan kinerja.
Untuk merealisasikan opsi ini, diperlukan anggaran sebesar Rp8,2 triliun.
Dukungan Anggaran Tahun 2025
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, mengungkapkan bahwa Kementerian Keuangan telah menyetujui alokasi anggaran sebesar Rp2,5 triliun untuk pembayaran tukin pada tahun 2025.
Dana ini akan digunakan untuk memenuhi hak 33.957 dosen ASN yang tunjangannya tertunda.
Meskipun demikian, masih terdapat kekurangan anggaran sebesar Rp5,7 triliun untuk memastikan seluruh dosen ASN mendapatkan hak mereka secara penuh.
Latar Belakang Protes dan Aksi Dosen
Sejak tahun 2020, ribuan dosen ASN di bawah naungan Kemendiktisaintek mengeluhkan belum diterimanya tunjangan kinerja mereka.
Situasi ini memicu protes yang diorganisir oleh Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (ADAKSI).
Pada awal Januari 2025, para dosen mengirimkan karangan bunga ke Kantor Kemendiktisaintek di Jakarta sebagai bentuk kritik simbolis.
Anggun, salah satu perwakilan ADAKSI, mengungkapkan bahwa aksi lanjutan berskala besar akan digelar di Jakarta pada awal Februari.
Sebelum aksi utama tersebut, ADAKSI merencanakan demonstrasi di berbagai daerah pada akhir Januari.
Anggun menegaskan bahwa gerakan ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar segera memenuhi hak-hak dosen ASN yang telah tertunda selama bertahun-tahun.
Implikasi dan Harapan Ke Depan
Persoalan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan dosen ASN, tetapi juga pada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Tanpa adanya solusi yang konkret, ketidakpuasan dosen dapat memengaruhi semangat kerja dan kinerja akademik di perguruan tinggi.
Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan masalah ini, baik melalui optimalisasi anggaran maupun reformasi kebijakan.
Dalam situasi ini, transparansi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah, dosen, dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci utama.
Dengan begitu, keseimbangan antara kebutuhan anggaran dan pemenuhan hak dosen dapat dicapai secara adil dan berkelanjutan.