HarianLampung.co.id – Sejarah Rumah Adat Lampung. Rumah Adat merupakan suatu simbol untuk suatu budaya yang terdahulu secara turun temurun diwariskan oleh setiap suku, dengan desain dan disesuaikan dengan kondisi alam pada masanya dibangun dengan sedemikian rupa untu di gunakan dan dimanfaatkan sesaui kebutuhan saat itu.
Tentunya Rumah Adat memiliki sejarah tersendiri, dan memiliki arti dalam setiap simbol simbol yang dibangun, sepertihalnya kita membangun sebuah rumah, pasti kita akan mebuat rumah dengan memperhitungkan apa yang kita bangun, dari segi atap, pondasi hingga lantai, untuk Rumah Adat Lampung sendiri mari kita bahas.
Sejarah Rumah Adat Lampung
Oleh : Novan Saliwa / saliwanovanadiputra.blogspot.com
Rumah pribumi Lampung bernama Lamban / Nuwo. Bentuk bangunan dimaksud berdasarkan keasliannya mempunyai ciri-ciri fisik berbentuk panggung bertiang yang bahan bangunannya sebagian besar terbuat dari kayu.
Layaknya sebuah bangunan, ornamen dan bentuk bangunan Lamban / Nuwo bagi masyarakat Lampung disesuaikan dengan kedudukan seseorang didalam adat, seperti dalam adat budaya Lampung Sekala Brak terdapat bangunan terkhusus bagi pimpinan adat yang disebut punyimbang adat lazim juga disebut Sultan / Raja adat. Bangunan terkhusus untuk Raja Adat / Sai Batin itu disebut Lamban Gedung atau Gedung Dalom.
Fungsi ” Gedung Dalom / Lamban Gedung ” adalah sebagai central dari detak jantung ghiroh adat, yakni sebagai pusat bermulanya tatanan adat tradisi yang kemudian dipakai dan diwujudkan dalam tradisi masyarakat, seperti halnya tatanan semenjak kelahiran, keseharian, hingga kematian.
Diumpamakan seperti tubuh manusia maka Lamban Gedung adalah jantung dan Saibatin Raja Adat sebagai empunya diumpamakan sebagai jasad, sedangkan ruh adat adalah jamma/jelma-nya Saibatin atau disebut masyarakat adat. Piramida atau segitiga sama sisi itulah yang membuat marwah adat mesunar atau senantiasa bersinar.
Oleh karena pentingnya Adat Budaya maka Lamban Gedung tidak hanya sekedar simbol adat atau hanya sebagai tempat bersemayamnya pusaka pusaka adat, akan tetapi juga sebagai muara penggerak adat itu sendiri. Dan untuk itulah Lamban Gedung berdiri beserta dengan tatanan atau rukun pedandanan yang melekat padanya.
Namun, Lamban Gedung tak akan bermakna dan berarti lebih tanpa adanya sang Empu yaitu Sai Batin Raja Adat yang didalam dirinya tersandang pucuk tanggung jawab keberlangsungan adat, serta tak pula bisa Sai Batin hanya berdiri sendiri tanpa ruh yang membuatnya mampu berbuat, karena didalam ruh ada wilayah rasa kasih sayang serta tujuan perjuangan adat dipertahankan.
Ruh adat itu adalah masyarakat ( Jamma / jelma) nya SaiBatin yang bersinergi dengan semua peran diatas untuk menentukan eksistensi adat budaya dikemudian hari.
Ruh masyarakat adat Lampung itu bertumpu pada empat hal yaitu Keberanian ( Bani ), kemapanan ( Pawar ) , Ilmu Pengetahuan ( Nalom ), dan kebersamaan ( Kemuarian).
Empat hal tersebut adalah empat pilar bagi Sai Batin bersama jamma/jelmanya dalam menegakkan kehangguman Gedung Dalom / Lamban Gedung, agar degup jantung itu terus dan senantiasa berirama hingga menjemput takdir Tuhan dihari yang paling kemudian, makna nilai tersebutlah yang sering diwujudkan dalam simbol simbol empat pada ornamen ataupun tiang tiang rumah adat Lampung.
Kekhasan dari Gedung Dalom / Lamban Gedung adalah bagian ujung Bubungan rumah yang memusat kesatu titik tengah terbuat dari kayu dibulatkan (buttor) diatasnya satu kayu bulat pula berlapis tembaga, kemudian ada dua tingkatan (sakku) dari tembaga atau kuningan, dan yang teratas sekali perhiasan dari batu menurut bagaimana kesukaan.
Nilai transendental sebuah lamban gedung ( rumah adat ) yang menjadi pusat nilai dan norma bagi masyarakat adat saibatin dicerminkan dari atap rumah yg memusat keatas, sebab fungsi dari rumah Raja Adat adalah tempat berhimpunnya para “jelma balak” petinggi petinggi dalam struktur kerajaan dalam bermusyawarah memutuskan persoalan adat yang biasa disebut Himpun Paksi / Himpun Agung.
Secara berurutan memasuki Lamban Gedung dapat dijumpai beberapa bagian seperti Jan atau tangga masuk, selanjutnya menaiki tangga dimuka rumah melalui beranda kecil disebut “usud” untuk menuju keberanda yang sebenarnya atau disebut “Lepau” yaitu ruang terbuka pada bagian atas depan rumah.
Lalu setelah memasuki Pintu Utama maka dijumpai bagian dalam Lamban Gedung, terdapat satu ruang besar sebagai tempat Sai Batin beristirahat disebut Bilik Kebik. Tak ada yang masuk ke ruang itu kecuali Sai Batin dan Permaisuri atau kerabat yang diizinkan oleh Sai Batin.
Di dalam ruangan itu, terdapat pula sejumlah senjata pusaka yang hanya Sai Batin atau Sultan yang berani memindah atau membukanya. Di depan pintu Bilik Kebik terdapat pelaminan atau singgasana yang disebut margasana.
Alas duduk Sai Batin terdiri atas kasur berlapis-lapis, taber atau kain hiasan dinding, dan langit-langit yang terbuat dari kain beludru warna warni dan manik-manik yang disebut Leluhor Kejuntai.
Dari dalam singgasana itulah Sai Batin memimpin sidang (hippun paksi) menghadap seluruh raja suku/ jukkuan duduk bersila. Hanya Sai Batin dan Raja Jukkuan yang boleh duduk di tempat ini pada saat hippun paksi.
Lantai Lamban Gedung terdapat dua tingkat / trap, seperti halnya Istana Basa Pagaruyung yang lantainya bertingkat pula.
Pada bagian depan yang disebut “Lapang Luar” yaitu ruangan setelah pintu masuk letak lantainya lebih rendah sekitar sejengkal dari ruang margasana, sebagaimana bisa kita temukan disalah satu Lamban Gedung / Gedung Dalom yang masih lestari bersama adat tradisinya yakni Gedung Dalom Kepaksian Pernong.
Dan didalam acara tradisi, lantai rumah ini tanpa kursi, kecuali saibatin yang duduk diatas susunan kasur berhias maka seluruh tamu duduk beralaskan karpet atau tikar yg terbuat dari rotan ( resi ). Begitupun apabila mereka mendapat jamuan makan dari Sai Batin, maka seluruhanya Mejong Sila.
Susunan Lamban Gedung selanjutnya yang juga biasa terdapat pada rumah rumah orang lampung adalah Lapang Lom sebagai ruang keluarga dan Tebelayar sebutan untuk kamar kedua.
Serudu adalah ruangan bagian belakang yang diperuntukkan bagi ibu ibu, sementara Panggar adalah bagian loteng rumah panggung yang biasanya dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan barang barang dan piranti untuk keperluan adat
Dapor [dapur], dan yang paling belakang adalah Garang, merupakan tempat untuk mencuci perabotan dapur.
Bagian bawah rumah panggung disebut dengan Bah Lamban yang sengaja menjadi ruangan terbuka. Dan pada bagian belakang yang terpisah dari bangunan rumah utama biasanya terdapat Balai, yaitu sebuah bangunan lumbung tempat penyimpanan padi.
Sebagai bagian dari kekhasan Lamban Gedung terdapat pula bermacam ukiran ornamen tumbuh tumbuhan dan juga hewan seperti ukiran ” Luday” atau lazimnya seperti naga di bagian tangga masuk Gedung Dalom Kepaksian Pernong Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak.
Kumpulan Rumah Adat Lampung
Untuk Dokumentasi Rumah Adat Lampung sendiri, berikut dokumentasinya..
Luday merupakan hewan satu satunya yang terdapat disungai terdalam, oleh karena nilai khususan itulah nenek moyang dahulu menorehkan pesan pesan simbolis kedalam ukiran luday pada sebuah batu maupun rumah, ukiran naga Lampung itu juga terdapat pada batu penghias makam keramat Raja Selalau Sangun ( Sang Hyang) Guru, di komplek makam raja raja Kepaksian Pernong Tambak Bata Batu Brak.